Kamis, 15 Februari 2018

WANITA DAN UJIANNYA

#Day15
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#Rezekiitupastikemuliaanharusdicari
#CerdasFinancial


Kembali saya mau menyambung cerita pada tantangan hari ke 14 kemaren.  Disana saya tidak menceritakan detail,  kenapa  saya mengakhiri tulisan dengan kalimat wanita diuji saat suami tidak punya apa-apa.


Ya……, saat suami berjaya, biasanya wanita akan merasa sangat senang karena semua kebutuhannya terpenuhi tanpa harus capek-capek bekerja diluar rumah. Dan disinilah para wanita kadang lupa bahwa rezeki itu ada pasang surutnya. Tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan.
Dan saya mengalami semua itu. Saat suami berjaya, pengen sih berlagak kayak nyonyah-nyonyah yang lupa jika esok apapun bisa saja terjadi. Namun saya ingat apa yang diajarkan ke saya sejak kecil. Menabung,  menabung  dan usaha.

Memang saat usia sekolah, saya tidak bisa menabung  karena memang tidak ada uang untuk ditabung. Namun  prinsip yang diajarkan oleh guru saya di SD benar-benar tertanam dihati. Bahwa menabung pangkal kaya.

Dimulai dengan saya suka mengatur keuangan keluarga dengan detail. Saya punya 3 rekening di bank berbeda  dengan tujuan berbeda pula serta ditambah satu rekening abang Daffa.  Rekening itu wajib diisi setiap suami mengirimkan pendapatannya. Suami saya tidak punya gaji bulanan karena memang tidak bekerja di sebuah perusahaan atau instansi manapun. Suami sejak bujangan memiliki beberapa bisnis yang sangat ‘basah’  kala itu dengan nominal menggiurkan.

Suami juga bukan tipe pria pelit atau perhitungan. Dia juga begitu royal dengan teman-temannya. Saya pernah menyatakan ketidaksukaan akan sikap beliau yang terlalu royal dengan uang. Saya merasa teman-teman beliau terlalu memanfaatkan kebaikan beliau.

Pada akhirnya semua itu 180 derajat berubah. Berangsur-angsur bisnis yang digeluti beliau tidak berjalan lancar. Cuaca dan investor begitu sudah ditebak. Sampai akhirnya bisnis ini kandas dan menyisakan investasi yang tidak bisa diuangkan sampai saat ini.


Saya sudah melihat  sejak awal jika kami hanya bergantung dibisnis beliau saja maka kami mungkin tidak akan bertahan sampai sekarang. Kami sudah kehilangan segalanya. Segalanya sampai piring sendok pun harus terjual. Yang kami miliki hanya keluarga. Semua teman-teman beliau yang dulu ‘dekat’ ,  hilang entah kemana.

Bersyukurnya usaha yang saya gelutilah akhirnya yang mampu selama 4 tahun menutupi semua ujian-ujian kami berikutnya. Semua atas ijin Allah. Allah memberikan kami satu pegangan.

Keuangan keluarga memang harus direncanakan kedua belah pihak, suami dan istri. Agar tidak berantakan. Jika pun tidak punya apa-apa lagi untuk diatur. Maka serahkanlah semua urusan yang diluar kemampuan kita pada Sang Pemilik Rezeki. 


Seorang istri harus terus mendampingi suami apalagi jika ujian rumahtangga datang. Bangkit dari keterpurukan itulah jalan yang harus ditempuh. Dan karena sekarang ada 3 bocah yang siap mencontoh apa saja dari kedua orangtuanya maka kamipun harus lebih berhati-hati meneladankan perihal pengaturan keuangan pada anak-anak. Mereka harus paham bahwa rezeki itu bukan hanya soal uang. Namun bisa dengan kedekatan kami, kesehatan, bertambahnya adik-adik dalam keluarga kami dan lain-lain.  Anak-anak harus paham jika ikhtiar, doa dan usaha harus terus dilakukan agar Allah akan memberikan berkahNYA.

Dan kini saya mulai merintis usaha lagi masih dalam skala kecil namun saya percaya sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil dulu. Suami juga sudah setahun ini membuka 2 kantor di daerah berbeda. Hikmah dari kondisi keuangan kami yang tidak memiliki apa-apa lagi, membuat anak-anak lebih sadar akan situasi dan tidak konsumtif .


Yuliana|15 Februari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar