Jumat, 02 Juni 2017

Day #2

#level1
#day2
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Pergi ke pasar ( KISS )
Alta ( si tengah usia 4 tahun)

Siang ini saya, suami mau pergi keluar rumah. Alta  (4 tahun) yang awalnya sudah sepakat tidak ikut kami mendadak ingin ikut pergi.

Tujuan siang ini adalah ke toko servis hape tempat memperbaiki hape saya, terus  ke toko alat menjahit dan ke pasar sentra.

Sebelum berangkat, saya dan suami biasanya memang memberikan kesepakatan diawal sebelum pergi atau ke suatu tempat. Seperti hari ini, saya menjelaskan ke alta bahwa kami akan pergi ke tiga tempat tersebut. Kami juga menjelaskan apa yang akan ditemui dan bagaimana situasi yang akan ditemuinya, termasuk memberi gambaran singkat tentang apa yang akan saya atau suami lakukan di tempat tujuan.

Di dua tempat pertama alta sangat korporatif. Tidak tampak lelah atau meminta apapun. Kemudian kami sampailah ke tujuan ke 3 yaitu pasar.
Pasar yang didatangi ini adalah pasar besar yang memang jarang alta diajak ke tempat seperti ini. Namun kali ini mengetest alta lagi dengan mengajaknya ke sana.

Sebelum masuk pintu pasar dan masih di tempat parkiran, saya mengingatkan lagi tujuan saya ke pasar tersebut. Hanya membeli baju dastar untuk menyusui. Tidak beli apapun selain itu.
Suami hanya menunggu di parkiran, jadi saya dan alta saja yang masuk ke dalam pasar. Karena saya sudah tau toko yang akan dituju, jadi langsung saja mendatangi toko tersebut. Memilih kemudian membayar. Sebelum kami meninggalkan toko, alta mencoba mengatakan sesuatu dengan berbisik.
Saya pun menundukkan tubuh saya, mencoba mendengarkan dia yang ingin membisikkan sesuatu. Dan ternyata dia mengatakan,

Alta : “ alta juga pengen beli baju”.
( dengan lirih dia berbisik takut pedagang toko mendengar suara dia)

Eng ..ing..eng…ini nih yang saya khawatirkan…dia ingat akan janji saya untuk membelikan baju hitam untuknya.
Saya pun langsung menatap matanya dan berusaha membujuknya,

Saya :” oh iya, ami kan janji mau belikan baju gamis hitam untuk alta. Tapi bukan di pasar ini. Tapi di toko yang ada dipinggir jalan yang pernah ami tunjuk waktu itu”.
Alta :” oh…., tapi beli kan?” (berulang-ulang).
Saya : “InsyaAllah, kalo uangnya cukup sesuai budget ami ya..”.

Terus saya langsung mengajaknya pergi meninggalkan toko tersebut setelah selesai akad jual beli.

Sambil terus berjalan diantara toko-toko tersebut, saya me whatApps suami untuk segera ketemu dan pulang.

Kamipun menuju pulang. Di perjalanan dia selalu bertanya, dimana toko baju yang menjual baju gamis hitam yang saya tunjuk tersebut.

Saya memang berencana memberikan baju gamis berwarna hitam. Karena dia pengen sekali ikut saya ke majelis dan dimajelis tersebut memang banyak menggunakan gamis warna hitam saja.
Akhirnya kami sampai ke toko baju yang menjual baju gamis hitam, yang beberapa hari yang lalu memang dipajang di depan tokonya baju gamis hitam buat anak-anak.

Kamipun berhenti di depan tokonya, karena hujan mulai deras. Namun pas saya mau masuk toko, abang Daffa ( si sulung usia 12 tahun) menelpon bahwa adeknya (si bungsu 1 tahun) sudah bangun dan menangis.

Jadilah acara memilih bajunya tidak fokus lagi dan tergesa-gesa. Karena saya tau alta akan kecewa kalo tidak jadi beli atau pulang saat itu juga. Jadi sebelum kami mencoba baju tersebut dan menanyakan harganya, saya coba bicara dengan alta,

Saya :” Alta, kita hanya tanya harga dan ukuran baju ya.., tapi mungkin bukan sekarang kita belinya”.

Alta : “Nga mau, alta mau bawa pulang baju ini”. ( mulai menangislah dia)

Saya : “ Tapi kita harus cepat pulang, karena dedek lagi nangis di rumah.”

Alta: “ Tapi aku maunya baju ini” .(mulai coba memaksa)

Saya : “ Ami tau, alta mau, ami juga mau alta punya baju hitam. Tapi belum bisa sekarang. Ami janji kita pasti membelinya ya” (posisi tubuh saya sudah sejajar dengannya ).

Altapun berhenti menangis (menangis hanya 1-2 menit) dan tanpa paksaan mau diajak pulang.

Sesampainya di rumah, meski dia mungkin lupa.  Saya tetap memberikan pujian dan penghargaan atas apa yang terjadi di toko baju tadi.

Saya berikan pelukan dan mengatakan padanya ucapan terimakasih karena sudah mengerti apa yang saya ucapkan di toko tadi dan tidak menangis lama.

Dan saya juga kembali membicarakan apa yang terjadi tadi siang saat menjelang dia tidur malam. Bahwa apa yang dia lakukan tadi sangat membanggakan buat saya.

Dan saya tetap akan menepati janji saya untuk membelikan baju gamis warna hitam tersebut pada waktu yang tepat seperti si bungsu bisa ditinggal dengan abang dan suami bisa menemani (karena kami LDM). Yang jelas dalam 1-2 hari kedepan.

MAU KAPAN UNPK NYA?
Daffa (si sulung usia 12 tahun)

Anak sulung saya sudah menjalankan homeschooling dalam kurun 3 tahun ini. Saya memang tidak memaksakan dia belajar mapel seperti sekolah formal. Tapi saya tetap menginginkan dia memiliki ijazah nantinya.

Tahun kemaren memang dia seharusnya sudah bisa mengikuti ujian paket A, sudah mendaftar pula tapi sayangnya karena ada urusan keluarga akhirnya ujian tersebut batal diikuti apalagi ujiannya diluar pulau.

Sekarang setiap kali kami ajak bicara mengenai ujian paket, dia sepertinya tidak begitu suka diskusi mengenai hal tersebut.

Beberapa hari yang lalu, saya dan suami sudah berdiskusi tentang hal ini.  Dan pagi ini setelah dia maen di luar rumah. Suami dan saya memanggil dia untuk bicara dan mendiskusikan hal tersebut.

Saya : “ Abang, abang masih ingin homeschooling kan?”

Daffa :” Iya.” ( dengan wajah tak bersemangat)

Saya : “ Tapi abang tetap harus ikut UNPK untuk mendapatkan ijazah paket A nya? Kapan abang siap untuk ikut ujian?
Daffa: “ Tahun 2019”
( cepat sekali dia menjawabnya)

Saya : “ Artinya tahun depan 2018 kita sudah mendaftar ke PKBM untuk bisa mengikuti ujian paketnya”.

Daffa: “Oh…..”. ( seperti biasa tetap tidak mau menatap kami)

Saya : “ Karena 2018 baru mendaftar. Jadi abang punya waktu dari bulan ini sampai Desember untuk belajar yang lain sebelum belajar serius mapelnya. Bagaimana? Abang mau menguasai apa dulu?, tahfiz atau komputer?”
(Kami tau kalo dia memang menyukai hal yang berbau komputer)

Daffa : “ Design grafis, komputer.” (selalu berbinar-binar kalo bicara soal hal ini)

Suami : “ Mengaji dulu yang benar, nanti kalo sudah dewasa malu kalo nga bisa/lancar. Sedang komputer kan bisa kapan-kapan belajarnya lagian abang kan sudah bisa.”

Daffa : “ Eh..( sambil nunduk dan masih tidak bersemangat)

Saya : “ Gini aja, abang tetap kursus komputer tapi tolong dilancarin lagi bacaan juz ke 30 nya.”

Daffa: “ Iya.” (masih setengah-setengah menerima pilihan yang saya berikan).

Saya : “ Bagaimana kita sepakat kan kalo tahun 2018 mendaftar ke PKBM dan 2019 ujiannya?” jadi setelah mendaftar, abang fokus di persiapan ujian saja!”.

Daffa :” Iya “.

Suami : ( diam saja karena sudah menyerahkan ke saya mengenai pilihan pendidikan abang Daffa).

Setelah diskusi abang daffa pun meminta ijin mau maen ke luar lagi. Tidak ada obrolan ringan lainnya. Abang Daffa memang selalu hilang gairah kalo diajak diskusi soal ujian dan sekolah.

Abang daffa memang homeschooling sejak 2014, memang lebih condong ke unschooling. Saya dan suami sepakat menariknya dari sekolah formal saat dia masih duduk dikelas 4 SD. Alasan kami  karena merasa beban pelajaran di sekolah seperti mematikan kreatifitasnya yang memang suka kegiatan outdoor daripada indoor.

Abang daffa tidak belajar mapel di rumah. Kami lebih banyak menstimulus fitrah belajarnya. Memberikan ruang untuknya mengeksplor sekitarnya namun dengan penuh tanggungjawab.

-----------------------------------------

Yang saya pelajari dari KISS adalah memberikan penjelasan lebih simple yang dimengerti anak-anak.

Memang butuh latihan terus dan terus. Semoga dengan praktek terus saya akan mampu berkomunikasi dengan lebih produktif ke anak-anak.

2 Juni 2017
Banjarmasin City
Yuliana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar