Sabtu, 10 Juni 2017

Day 10

level1
#day10
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

     GUNAKAN KAKIMU DENGAN BAIK

#menunjukkan empati

Hampir setengah harian kami bertiga bersama, rebahan, saling cerita dan bercengkrama. Memang kadang perselisihan atau kesalahpahaman ada diantara 2 anak saya, abang maupun alta.

Mereka juga sering berkelahi, gontok-gontokkan , saling jahil (kebanyakan ini sih…) dan becanda berlebihan sampai berakhir dengan tangisan..

Jarak usia antara mereka memang terpaut cukup jauh. Tapi saya tidak pernah membela siapapun diantara mereka jika perselisihan terjadi. Buat saya apabila terjadi perselisihan yang pertama yang saya lakukan adalah menanyakan apa yang mereka rasakan, terus menanyakan akibat jika hal tersebut menimpa mereka. Baru kemudian menanyakan kronologis apabila saya tidak berada didekat mereka saat itu hal itu terjadi.

Setiap perkelahian antara mereka, saya akan mengatakan kesalahan mereka. Kemudian setelah mereka meminta maaf, saya pun akan memeluk mereka satu-satu. Menyatakan bahwa saya selalu sayang mereka.

Seperti siang ini. Karena tidak ada sepupu Nayla dirumah dan sepupu eza juga sedang ke luar kota bersama neneknya. Jadilah abang merasa kesepian tidak punya teman maen di rumah. Anak-anak tetangga juga pada sepi, tidak ada satupun yang datang ke rumah tidak seperti biasanya. Biasanya pagi-pagi anak-anak tetangga sudah mengasih kode tepukan di depan rumah sebagai isyarat memanggil mengajak maen.

Jadilah kami berempat; saya, abang, alta dan de fayyas, asyik leyeh-leyeh di ruang tengah . Abang dan alta awalnya maen lempar salju es di teras terus berlanjut mainin ayunan de fayyas. Sampai akhirnya saling bercanda menggunakan kaki. Alta dan abang memang sama-sama suka jahil satu sama lain. Dan jahil mereka bukan saling gelitik, sembunyiin maenan, lempar maenan entah kemana tapi saling dorong sampai salah satu terpancing marahnya dan akan berakhir dengan tangisan. Entah bisa abang yang menangis atau alta.

Alta meski usianya 4 tahun dan cewek pula tapi dia tidak seperti anak cewek yang kalem, lembut tapi atraktif, suka panjat memanjat, suka berteman dengan teman cowok daripada teman cewek sebayanya.

Beberapa saat setelah mereka berdua bergumul saling dorong, alta menangis. Yang ternyata abanglah yang mendorong hingga dia jatuh dari ayunan de fayyas.

Alta: “Abang yang dorong….(sambil nangis)”.

Saya : “Dimana sakitnya?” (sambil mengajak alta rebahan dilengan saya)

Alta: “Disini…. (alta menunjuk pinggangnya).”

Meski saya melihat kejadian barusan tapi saya ingin mereka saling cerita versi mereka.

Saya : “Wah, pasti sakit ya?”

Alta: “Iya, sakit mi. Ami tau pasti sakit kalo didorong apalagi kalo di tendang….”

Saya: “Alta, emang tadi ngapain abang?”

Abang: “Dia tuh mi, kakinya jahil nendang-nendang abang terus…” ( abang tampak kesal karena diaduin).

Saya :  “Terus abang kesal?”

Abang: “Iya….”

Alta: “Ami marahin abang tuh..!”

Abang : “Huh, ngadu…ngadu…”

Saya : “Alta sayang, alta kan sakit tuh karena kena dorongan abang, kalo abang yang dorong alta,…gimana? Sakit tidak?”

Alta : “Nga…!” ( nangis tapi ngeyel)

Abang: “Tuh kan mi”.

Saya : “Alta, ditendang atau didorong sama-sama sakit dan semuanya pasti tidak mau terjadi pada diri kalian kan. Ami juga nga mau tuh..ditendang/didorong. Jadi ami nga mau menendang/mendorong orang lain.”

Abang : “Alta tuh yang salah duluan..!”

Saya: “Keduanya sama-sama salah. Abang salahnya karena memulai menggunakan kaki untuk bercanda sehingga alta juga membalas. Dan alta salahnya menggunakan kakinya untuk menendang-nendang abang meski maksud awalnya cuma bercanda. Tapi kalo bercanda mengakibatkan salah satu kesakitan itu namanya bukan becanda lagi.”

Alta dan abang pun hanya terdiam. Alta masing diposisi dipelukan saya dan abang disamping saya juga rebahan. Sedang de fayyas. Dari tadi mulai kesal karena melihat alta yang berpelukan dengan saya (cemburu ceritanya).

Saya : “Hayo, abang minta maaf sama alta.”

Abang pun menyodorkan tangan ke alta, tapi alta memalingkan wajahnya.

Abang : “Tuh kan mi bikin kesel…”

Saya : Alta, hayo mana tangannya. Abang sudah nyodorin tangan tuh.”

Alta masih tidak bergeming dan tanpa berkata apa-apa.

Saya : “Alta sayang, hayo kasih maaf abangnya. Kemaren juga alta minta maaf, abang ngasih maaf tuh.”

Akhirnya perdamaian itu berhasil. Mereka kembali berpelukan dengan saya. Termasuk de fayyas.

Setelah situasi kembali adem-adem aja, saya mengatakan ke alta dan abang bahwa kakinya harus digunakan secara baik dan untuk hal yang baik-baik aja: seperti berjalan, berlari, lompat, dan memanjat juga boleh. Kita harus bersyukur masih punya kaki yang masih sehat. Alta dan abang kan pernah liat orang tidak punya kaki. Mereka pengen banget punya kaki sehat seperti kita. Jadi kakinya harus dijaga dan dipelihara ya sebagi and kita bersyukur.

_______________________________________

                   TAKUT MALING

Baru selesai ifthar dan sholat maghrib, tiba-tiba saja ada suara orang-orang berteriak kalo ada pencuri. Sontak saja kami membuka pintu rumah dan keluar melihat apa yang sedang terjadi. Memang ada sedikit ketakutan karena Ayah sedang diluar kota.

Saya sambil menggendong de fayyas keluar rumah diiringi alta dan abang yang baru selesai mandi.

Tak berapa lama, sang pencuri berhasil ditangkap dan digiring oleh warga kampung untuk diserahkan ke pak RT. Ternyata yang kecurian adalah tetangga di seberang rumah. Yang dicuri adalah sebuah sepeda. Sang pencuri yang punya perawakan kecil dan usianya juga sudah tua. Memelas untuk tidak dihakimi warga.

Kejadian ini berlangsung di depan rumah. Dan alta melihat kejadian tersebut. Dia yang hanya berdiri diam dibalik pintu. Berteriak ke abang untuk segera masuk ke dalam rumah.

Awalnya saya tidak begitu memperhatikan alta karena fokus mau meninabobokan de Fayyas karena memang jamnya dia untuk tidur.

Setelah  si pencuri digiring warga dan kamipun kembali masuk ke rumah dan saya menuju tempat tidur, ternyata alta hanya duduk diam di ujung tempat tidur saya. Sekitar 10 menit saya tidak memperhatikan reaksinya karena fokus saya ke fayyas aja.

Akhirnya saya pun melihat dia hanya duduk terdiam tak bergerak tanpa kata-kata. Saya pun merasakan kalo ada ketakutan diwajah alta.

Saya : “Alta kalo sudah ngantuk, hayo ke tempat tidurnya.”
( saya masih menidurkan fayyas yang tidak biasanya jam segini masih aktif)

Alta hanya mengeleng.

Saya : “ Alta, takut ya?”
Alta mengangguk saja tanpa suara.

Saya menangkap dia ketakutan melihat kejadian barusan. Karena dia memang belum pernah melihat kejadian seperti itu sebelumnya. Saya pun mengajaknya tidur di tempat tidur saya bertiga dengan de fayyas.
Saya coba menenangkan dan memberikan dukungan bahwa perasaan takut tersebut itu wajar.

Saya : “ Sayang, tidak apa-apa alta merasa takut. Ami juga takut barusan.”

Alta masih saja diam tanpa suara sedikitpun. Saya pun mengajaknya untuk berdoa bersama. Meminta ke Allah untuk melindungi kami semua.

Altapun mau ikut berdoa.

Saya : “ Sayang, rasa takut itu memang harus dipunyai oleh kita. Tapi kita punya Allah yang akan melindungi kita”.

Alta : “ Allah itu besar ya?” (dengan suara lirih)

Saya : “ Iya sayang, Allah itu MAHA BESAR. Lebih besar dari apapun.”

Alta: “ Allah Kuat ya, mi?”

Saya: “Sangat sayang. Allah MAHA KUAT. Allah akan menjaga kita dari apapun.”

Akhirnya diapun mulai sedikit tenang. Saya memeluknya dan mengatakan bahwa saya akan terus bersama dia sampai dia tidur nanti.

Hal yang saya peroleh hari ini adalah komunikasi harus selalu terjalin dengan anak-anak. Menjadi pendengar adalah syarat agar mereka selalu menjadikan kita tempat pertama mereka bercerita. Membantu mereka mengenali perasaan mereka sendiri dan kembalikan semuanya ke Allah sebagai pencipta semua perasaan tersebut.

Perubahan yang saya buat hari ini adalah lebih bisa mengontrol situasi ditengah keriwehan 3 anak. Berpikir logis dan tidak membela salah satu saja.

10 Juni 2017
Banjarmasin City

Yuliana

Jumat, 09 Juni 2017

Day 9

level1
#day9
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

                   RUMAH-RUMAHAN

#observasi

Rumah kami berdempetan dengan rumah datu (orangtuanya mama saya), rumah saya ( eh masih belum dink… belum lunas bayar ke nene…hihi..) dihubungkan dengan dapur saja. Jadi anak-anak seringnya maen kesebelah rumah. Karena selain rumah datu besar juga luas karena tidak ada perabot yang perlu dikahawatirkan dan penghuni rumah datu juga hanya ada datu usia 75 tahun dan nenek muda usia 43th.

Sementara saya mengetik menuntaskan apa yang ingin saya buat, sembari tangan kiri mengayun anak ke 3. Saya perhatikan anak-anak (abang daffa, eza, nayla dan alta) silih berganti datang ke rumah untuk mengambil bantal, selimut, mainan-mainan dll…

Awalnya saya hanya membiarkan mereka bermain karena itulah cara mereka mengisi waktu sembari puasa. Kalo main diluar rumah jelas mereka berpikir ulang karena dari pagi saja matahari seperti kurang bersahabat pada mereka untuk maen di halaman.

Kemudian alta datang menghampiri saya dengan rambut basah kuyup. Dan sudah pakai baju sendiri. Karena dia baru selesai mandi.

Alta: “Aku tadi bisa masang baju sendiri.”  (wajahnya tampak sumringah)

Saya : “Bagus, ami suka..” (dengan senyum lebar dan pelukan).

Alta:  “Tadi aku masang bajunya di kamar nene ading (nene mudanya)”.

Saya : “Wah bagus itu, aurat kita memang nga boleh keliatan yang lain kalo sedang masang baju. Alta sudah mengerti untuk menutup aurat. Hebat!”.  (alta  pasang wajah senang)

Saya : “Terus disebelah alta lagi ngapain? Senang banget wajahnya, boleh dong ami ceritain senengnya barusan?”.

Alta: “Tadi kan alta dan nayla maen rumah-rumahan, tidur-tiduran di rumah datu.”

Saya : “ Suka ya maen rumah-rumahan? Boleh ikut nga?".

Alta : “ Nga muat rumahnya “. (maksudnya arena maennya)

Saya : “Baiklah, Nanti boleh tidak setelah selesai maen, semuanya diberesin lagi.”

Alta: “Baik…”.

Kemudian alta pun berlari menuju pintu penghubung antara dua rumah.

____________________________________

                   TEBAK-TEBAKAN

Anak-anak  siang menjelang sore ini pada ngumpul di rumah, ada beberapa anak, mereka menghampiri saya yang sedang rebahan di ruang tamu yang sedang bermain dengan fayyas 1 tahun. Abang Daffa minta saya cerita apa saja ke mereka. Pokoknya yang membuat mereka sedikit lupa tentang rasa lapar puasanya.

Ada abang Daffa 12 tahun, Nayla 9 tahun, Rezki 10 tahun, eza 10 tahun, Hanafi 7 tahun, alta 4 tahun, marsha 3,5 tahun dan de fayyas 1 tahun, mengelilingi saya.

Akhirnya saya mencoba mengobservasi mereka seberapa jauh pengetahuan mereka tentang para Nabi dengan main tebak-tebakan. Mereka begitu bersemangat menjawab,  mengali pengetahuan mereka mumpung di bulan ramadhan ini.  Rata-rata mereka belum tau persis cerita-cerita nabi. Sepertinya di sekolah cerita para nabi belum detail diperkenalkan kepada mereka.

Kemudian saya lanjutkan mengobservasi pengetahuan mereka sejauh mana mereka mengetahui tentang aqil baliqh. Rata-rata mereka menjawab tentang perubahan secara fisik saja, bukan apa ciri dari Baliqh itu sendiri. (*mengenai mimpi basah)

Baiklah ini pe er buat saya untuk memberikan pengetahuan kepada mereka dengan benar sesuai bahasa sederhana yang mereka mengerti. Karena kayaknya orangtua dan guru mereka di sekolah belum menjelaskan hal ini sebagai bentuk persiapan. Mereka tau ciri tersebut hanya dari sesama teman yang belum tentu benar jawabannya.

Tanpa terasa 2  jam anak-anak betah berlama-lama di rumah sambil mendengarkan saya bercerita atau sekedar membuat quiz buat mereka sampai-sampai mereka mau menunggu saya selesai sholat ashar untuk menyambung cerita lagi... tawa dan keriangan tampak diwajah mereka. Sepertinya mereka menikmati cara belajar seperti ini. Tidak terkesan menggurui atau kaku. Jadi belajar itu yang bisa dimana saja, dengan kondisi apapun.
______________________________________

Hal yang saya peroleh hari ini adalah terus belajar berkomunikasi secara efektif kepada anak-anak. Terus melatih kalimat produktif dan memperkaya diksi. Anak-anak sejatinya adalah pembelajar. Mereka juga mampu mengobservasi sekitarnya termasuk orang dewasa di dekat mereka. Anak-anak akan betah belajar apa saja jika cara penyampaiannya sesuai dengan gaya belajar mereka.

Perubahan yang saya buat hari ini adalah menjadi pendengar  buat anak-anak. Karena dari mereka saya bisa belajar apa saja.

9 Juni 2017
Banjamasin City

Yuliana



Kamis, 08 Juni 2017

Day8

level1
#day8
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

                  PUASAKU DAN PUASANYA

#Refleksi pengalaman

Tadi siang karena panas yang begitu terik Nayla (ponakan 9 tahun) mengeluh kalo dia sangat ingin 1 hari saja libur puasa.

Memang sebenarnya dia belum termasuk wajib untuk puasa, diusianya sekarang hanya pembiasaan sambil perkenalan tentang ibadah puasa ini.

Saya tidak begitu tau  bagaimana orangtuanya (adik saya) mengenalkan pemahaman puasa kepadanya.

Kemudian dengan bercerita karena dia suka sekali kalo saya bercerita. Saya pun menceritakan tentang masa kecil saya dan mamanya sewaktu diusia dia dalam menjalankan ibadah puasa.

Saya : “Nayla, dulu ami juga pernah tidak puasa, batal puasa atau tidak sahur kemudian tidak puasa pada hari itu. Tapi almarhum kake (ayah saya) punya aturan, siapa yang tidak puasa maka dia tidak berhak ikut duduk dihadapan hidangan saat menjelang buka puasa. Dan kamu tau nayla, kalo yang terakhir makan maka yang ada cuma tinggal sisa-sisa saja….semua yang enak-enak pasti sudah ludes des des…”

Nayal : “Terus ?”

Saya : “Ya terima saja, namanya juga tidak puasa. Tapi dari situ kami semua termotivasi untuk menjalankan puasa.”

Nayla memang sering curhat ke saya kalo dia nga tahan puasa. Terus kadang menanyakan ke saya, gimana kalo abang nga tahan puasa. Saya jawab, abang boleh batal puasa karena abang juga belum wajib puasa, belum baliq. Dan saya beberapa kali mengucapkan itu dihadapan abang.

Selama 4 tahun ini abang selalu full puasanya, alhamdulillah. Meski tidak pernah diiming-imingi hadiah.

Pernah puasa tahun lalu, abang pengen banget batal puasa waktu itu puasa hari pertama. Saya tentu saja langsung mengiyakan (dengan muka datar terus senyum aja) tapi abang tidak langsung percaya dengan suruhan saya tersebut. Sebenarnya saya juga tau kalo abang tidak akan membatalkan puasanya demi apapun. Dia akan sangat malu nantinya jika ada ateman-temannya bertanya tentang puasanya pas lebaran nanti.

3 tahun yang lalu dia selalu full puasa karena tidak ingin jadi ejekan teman-temannya kalo ada bolongnya. Tapi tahun ini, dia sudah tau bagaimana puasa yang lebih bermakna. Bukan saja menahan lapar dan haus atau jadi bahan pamer ke teman-temannya kalo dia menang puasa sebulan penuh.

_________________________________________
                         
                      PUASA KOK MAKAN ?

Nayla beberapa kali merasa terganggu kalo liat alta makan dihadapannya. Memang alta baru 4 tahun. Belum sepenuhnya paham akan arti puasa. Memang sudah berkali-kali dikasih pengertian bahwa bulan ini adalah bulan puasa. Dimana-mana orang sedang puasa, yang artinya tidak boleh makan dan minum.

Alta juga sering diberitahu kalo mau makan di dapur saja. Tapi dia selalu ngotot kalo makan yang ditempat yang ada orang ngumpulya. Katanya kalo didapur sepi nga ada orang.

Saya : “Alta sayang, alta kan tidak puasa.”

Alta : “Aku puasa kok !” (mulut sambil terus mengunyah)

Nayla :  “Puasa kok makan?”

Saya : “Alta, kalo puasa itu nga boleh makan dan minum. Sekarang kan alta sedang makan itu artinya tidak puasa.

Alta : (sedikit cemberut)

Nayla: “Iya nih. Kalo makan disana aja..!” (sambil nunjuk dapur)
Alta: “Nga mau. Sepi..!”

Saya : “Alta tau tidak. Dulu waktu ami kecil kalo di bulan puasa seperti ini, siapapun yang  tidak puasa dan pengen makan harus sembunyi-sembunyi makannya. Nga boleh ada yang liat karena malu . Malu kalo tidak puasa.”

Nayla : “Kenapa ami?”

Saya : “ Iya, dulu sampai-sampai kalo mau makan, aroma makanan juga nga boleh sampai diketahui orang. Malu banget pokoknya. Sekarang mah enak. Kalo mau makan, masih ada nasi. Dan warung dimana-mana buka.
Zaman ami kecil, warung nga ada buka disiang hari, kalo pun maksa jajan, malu jalan dan beli ke warungnya. Karena akan ketahuan banyak orang kalo kita nga puasa. Lagian kesan masa kecil ami dibulan puasa, siapa nga puasa maka nga bisa makan. Jadinya cuman bisa minum doang... jadi sayang, kita harus menghargai orang yang sedang puasa ya.”

Alta : “Oh….”.

Saya : “Mulai esok, alta kalo mau makan di dapur aja ya. Supaya Nayla dan abang yanga sedang berpuasa tidak terganggu dengan acara makan alta dan aroma makanan alta.”

Alta : (Nga ada respon , sambil terus mengaduk nasi dipiringnya dengan sendok.

Saya : “ Yuk, esok kita latihan puasa buat alta”.

Alta: “Gimana?”

Saya : “Puasa 1 jam aja dulu, tapi bangun ya sahur nanti!”

Alta : “eh” ( sambil terus menyuap makanannya)
_________________________________________

Hal yang saya peroleh hari ini adalah terus bersabar dengan apapun sikap/respon yang diberikan anak-anak atas cara berkomunikasi kita dan pengalaman masa lalu kita selalu ada hikmah dibalik kejadian-kejadian tersebut.

Perubahan yang saya buat hari ini adalah lebih positif menanggapi hal yang terjadi di sekitar.

8 Juni 2017
Banjarmasin City

Yuliana

Rabu, 07 Juni 2017

Day7

level1
#day7
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip



                     MEMINTA MAAF

#jelas memberikan pujian/kritikan


Pagi ini kami memulai aktivitas dengan memutar video Sirah Nabi Ibrahim. Abang Daffa 12y memang sangat menyukai kisah-kisah para nabi apalagi tentang perang Rasulullah.

Sedang Nayla (sepupu usia 9y) yang selama ramadhan ini selalu datang ke rumah sehabis dia TPA. Selalu ada saja hal yang menarik yang ingin ditanyakan dan dibahasnya bersama saya. Sementara abang Daffa asyik nonton, Nayla bertanya kenapa Iblis bisa menggoda kita? Pertanyaan bagus dibulan Suci ini untuk menjelaskan kepada dia. Setelah dia terpuaskan dengan rasa penasarannya, pindah topik lagi, dia minta diceritain tentang masa kecil saya dan kedua adik saya (salah satunya mamanya) diwaktu seusianya.

Anak-anak memang selalu suka kalo saya cerita tentang masa kecil kami yang penuh kegembiraan. Memang ada masa sulit dan masa pahit juga sih. Tapi itulah cara kami melewati masa kanak-kanak kami.

Entah apa penyebabnya, kemudian abang Daffa dan alta terlibat pertengkaran dan yang saya liat (begitu cepat kejadiannya) Alta melemparkan meja kecil yang biasanya kami gunakan untuk menaroh Al Qur’an ke arah abang. Dan tentu saja karena jarak lemparnya dekat. Tangan abanglah yang kena. Sakit ? tentu saja. Saya lihat abang sedikit meringis, dan bahasa tubuhnya pengen sekali membalas apa yang dilakukan alta padanya, tapi cepat diurungkannya.

Sambil rebahan menahan sakit. Saya langsung mengamankan alta dari jangkauan abang. Saya mundurkan dia beberapa langkah dan mendiamkan dia sebentar. Saya tidak berkata apa-apa. Saya menunggu alta sadar akan kesalahannya.

Setelah beberapa saat. Saya coba bicara dengan Alta. masih diruangan yang sama dengan abang yang masih diam dilantai.
Saya : “Alta sayang, alta marah ya sama abang?”

Alta: “He eh “. (dengan wajah ditekuk)

Saya : “Alta tau alta salah kan? Kalo Alta yang kena lemparan pasti alta juga akan kesakitan kayak abang sekarang.”
Alta : (diam saja)

Saya : “Emang kenapa Alta jadi melempar abang?”.

Alta : (masih diam)

(Ternyata pas menjelang tidur malam, alta cerita kalo tadi pagi dia marah ke abang karena abang bilang jangan temani Alta lagi. Abang memang tiap kali selalu senang mengejek adiknya ini sampai marah. Dan cerita ini juga sama setelah saya konfirmasi ulang ke abang).

Saya : “Hayo, karena alta melempar abang, Alta yang minta maaf duluan sama abang.”

( biasanya alta agak susah kalo diminta untuk minta maaf duluan kalo kasusnya dengan abang Daffa. Tapi kali ini dia langsung menyodorkan tangannya).

Alta pun mendekati abang yang sedang rebahan. Tapi abang tidak menghiraukan sodoran tangan Alta. Saya terus menyemangati Alta untuk terus berusaha memperoleh maaf dari abang.

Abang yang  sedikit ‘jual mahal’ mulai menjauhi alta. Tapi Alta terus mengejar kemana pun abang pergi.

Saya : “Abang, abang harus kasih maaf Alta. Orang yang memberi maaf itu lebih mulia kok bang. Apalagi ini bulan ramadhan. Pahalanya berkali lipat.”

Abang Daffa : “Nga mau, alta sih. Coba aku bales juga. Aku baru mau.” ( tapi wajahnya menyiratkan bahwa dia sudah baik-baik saja. Cuma pengen bikin alta menangis aja).

Tentu saja Alta mulai menangis karena usahanya untuk meminta maaf seperti dipermainkan oleh abang Daffa.

Saya : “Kalo abang membalas Alta, yang menang syaitan. Karena abang menurutkan hawa nafsu. Nanti pahala puasanya berkurang lho.”

Akhirnya drama meminta maaf itu selesai. Abang mau menyambut salaman alta dan alta langsung memeluk abangnya, meski abang Daffa mengatakan kalo dia nga ikhlas memaafkan alta, tapi yang terbaca dari bahasa tubuhnya, dia hanya pengen bikin alta menangis lagi..

Saya : ‘Alhamdulillah, terimaksih abang. Karena abang hari ini sudah berjiwa besar, mau memaafkan adiknya. Juga mampu menahan emosi dengan tidak langsung marah dan membalas apa yang dilakukan Alta tadi. Malaikat akan mencatat perbuatan baik abang.
( saya pun langsung peluk dia sebagai penghargaan).

Terus saya pun berbalik ke arah alta
Saya : “Alta sayang. Ami suka alta sudah mau meminta maaf duluan dan sudah menyadari kesalahannya dan itu hebat. Dan alta juga harus berjanji tangannya digunakan untuk hal-hal baik aja ya. Allah pasti senang.”

Kamipun berpelukan. Setelah kejadian itu, mereka bertiga melanjutkan bermain bersama.

_________________________________________

Hal yang saya peroleh hari ini adalah selalu kroscek dan konfirmasi atas apa yang sedang atau telah terjadi. Kadang kejadiannya begitu cepat. Sehingga kadang kita terlalu cepat menyimpulkan apa yang terjadi.

Perubahan yang saya buat hari ini adalah mampu bersikap tenang dalam menghadapi segala situasi terutama yang diluar pantauan saya.

7 Juni 2017
Banjarmasin City

Yuliana

Selasa, 06 Juni 2017

Day6

level1
#day6
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

                  MENGAJI BARENG

#Bisa

Pagi ini kedatangan sepupu Alta yaitu Nayla usia 9 tahun, yang baru pulang dari TPA. Nayla memiliki kecerdasan verbal liquistik  makanya dia selalu terpilih dan juara apabila ada lomba pidato di sekolahnya. Tentu saja kedatangannya membuat rumah tambah rame.

Dan dia memang sangat suka cerita dan bertanya tentang banyak hal ke saya daripada mamanya sendiri. Ini juga termasuk yang dikeluhkan adik saya itu kalo anaknya lebih suka curhat ke saya daripada dia.

Nayla pernah bilang begini,  coba mama Nayla kayak ami, nga pernah marah-marah (eh..dia kaga tau aje kalo aminya Daffa ini juga bisa marah tapi memang jarang melotot..hehe)

Dan siang ini, ceritanya Nayla mau mengajak Alta untuk ngaji bareng, mereka berdua sudah mempersiapkan meja khusus tempat buku Iqro nya, dan siap-siap memasang jilbab. Tapi Nayla baru ingat kalo harus berwudhu dulu sebelum membaca ayat Al Quran. Kemudian dia mengajak Alta untuk berwudhu.

Setelah selesai berwudhu dan mau duduk, abang Daffa dan Eza ( juga sepupu) mulai jahil dengan mencolek kaki Nayla yang sudah siap memulai ngajinya. Kontan saja dia bangkit dan sedikit kesal dengan yang dilakukan abang Daffa karena dia harus ulang wudhunya. Dan ini berulang sampai dua kali. Dan dikali ketiga, rupanya Nayla sudah mulai marah kemudian menangis sejadi-jadinya sambil rebahan dilantai.

Saya yang waktu itu, memang berada didekat mereka. Awalnya tidak ingin mencampuri urusan yang ada diantara mereka, saya ingin tau seberapa mereka bisa menyelesaikan urusan diantara mereka sendiri. Tapi karena tangisan Nayla yang sudah tidak wajar untuk usianya, saya pun mulai mendekati Nayla yang masih saja rebahan sambil menangis tersebut.

Nayla kesal karena dia harus mengulang lagi wudhunya hingga 3 kali.
Saat itulah saya coba berempati mengenai apa yang dia rasakan.

Saya : “Nayla, kenapa kesal?”

Nayla : “Itu abang  (sambil nunjuk abang yang memang masih ada didekat dia sedang duduk dengan eza), abang jahil. Aku jadi batal terus wudhunya. Kan capek ngulang lagi..”

Saya : “ Nayla tau tidak, kalo menangis bisa mengurangi pahala puasa Nayla. Sayang kan, puasanya cuma dapat lapar dan haus.”

Nayla: “ Tapi abang tuh…( masih tampak kesal).”

Saya: “ Kalo Nayla harus mengulang wudhunya lagi kan Nayla dapat pahala lagi jadi 3 kali. Besaran mana 1 kali pahala atau 3 kali pahala.”

Nayla : “ Tapi aku capek bolak balik wudhu.”

Saya : “ Biarin aja abang nanggung dosanya karena jahil. Yang terpenting Nayla udahan nangisnya sekarang. Terus wudhu lagi ke dapur.”

Nayla : “ Nga bisa, Nayla masih marah.”

Saya : “ Kalo berwudhu nayla selain dapat pahala juga marahnya bisa hilang.”
Nayla: “ Nga bisa .” ( tetap nangis)

Saya : ‘Kan Nayla tadi tujuannya mau ngaji, ngaji kan dibenci syaitan. Syaitan pun membuat berbagai cara agar Nayla nga jadi ngaji. Makanya Nayla digodain melalui abang.

( abang daffa masih cengar-cengir di dekat nayla)

Saya : “Abang, hayo minta maaf. Abang juga bisa berkurang pahalanya karena membuat Nayla menangis.”

Abang awalnya masih terlihat cengar cengir, kemudian diapun meminta maaf dengan suara lirih.

Nayla : “ Tapi….”

Saya : “ Hayo, Nayla pasti bisa pasti mampu mengalahkan bujukan syaitan.”

Nayla pun akhirnya mau kembali ke dapur untuk mengambil wudhu, memang wajahnya masih sedikit tampak kesal dan matanya pun masih merah. Kemudian kembali ke ruang tengah dan langsung menggunakan jilbabnya terus duduk di samping alta yang memang sudah siap dari tadi.

Akhirnya mereka berdua memulai mengajinya bersama-sama.

Sedang abang daffa dan eza setelah meminta maaf, mereka pun keluar rumah untuk maen di halaman.

_________________________________________

Hal yang saya peroleh hari ini harus tetap fokus pada afirmasi positif yang mau disampaikan. Memang butuh latihan terus. Kadang berhasil kadang juga masih ada emosi saat berkomunikasi dengan anak-anak.

Yang menjadi catatan saya, bahwa anak-anak itu juga belajar mengenali emosi mereka sendiri dengan berbagai cara. Dan tugas saya adalah mendampingi mereka dalam pencarian dan pengenalan berbagai emosi tersebut.

Perubahan yang saya buat hari ini adalah terus berusaha melihat semua kejadian dari berbagai sisi. Terus mengasah empati dan berlatih serta fokus.

6 Juni 2017
Banjarmasin City

Yuliana

Senin, 05 Juni 2017

Day5

level1
#day5
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

COKLAT OH COKLAT

Fokus ke depan bukan ke masa lalu
(alta 4 tahun)

Siang ini ada kejadian yang cukup membuat seisi rumah panik dan tidak bisa berbuat banyak. Karena kejadian ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Alta menangis kesakitan di dalam kamar mandi. Ternyata dia sedang pup (*maaf). Dia berteriak kesakitan. Setelah saya hampiri dia dikamar mandi. Dia malah tidak mau saya masuk ke dalam ke kamar mandi. Saya mencoba memberi pertolongan padanya. Tapi semua cara yang  saya tawarkan padanya nga ada satupun yang disetujuinya. Dia sudah berkeringat, kecapean dan tentu saja kesakitan.

Saya coba bujuk dia untuk berhenti menangis, mencoba meminta dia untuk mengatur napas dengan teratur, diurut  bagian p*n**t (*maaf lagi nih). Memintanya berdiri sebentar agar kakinya tidak kram karna kelamaan jongkok. Tapi semua dia tolak.

Saya tau dia berkarakter koleris. Dia tidak mau disuruh begitu saja, dia harus diberikan pilihan-pilihan  dan opsi-opsi yang bisa diterimanya.

Akhirnya daripada saya ngotot memaksa dia untuk menerima saran saya, saya coba tinggalkan dia sebentar. Mencoba cara lain dalam membujuknya.

Rasa kasian melihat dia kesakitan dan kecapean seperti itu, nene pun pergi ke bidan dekat rumah untuk meminta obat pencahar.

Beberapa saat kemudian nene datang dengan membawa obat dari bidan kudian sayapun menyiapkan sendok yang diberi sedikit gula untuk diberikan ke alta tapi sebelum saya memberikan sendok berisi obat tersebut, alta menanyakan: “ apakah obat tersebut enak?”. Saya pun menjawab kalo saya sedang puasa jadi tidak bisa mencicipi obat tersebut.

Kemudian dia pun mau mencicipi obat tersebut dulu sebelum benar-benar meminumnya. Setelah memimumnya tetiba saya dia muntah dan secara otomatis apa yang susah keluar tadi keluar tanpa jeritan kesakitan.

Lega rasanya, semuanya bisa berlalu tanpa harus memaksa dia meminum obat meski alta adalah anak yang gampang sekali minum obat. Tapi pengalaman barusan membuat saya harus selalu bersikap tenang dalam menghadapinya, kalo saya sudah panik duluan maka anak saya akan merasa takut karena melihat sikap ibunya yang berlebihan.

Saya tau, apa yang menyebabkan alta susah BAB tadi. Karena dia kebanyakan makan sejenis coklat. Dan ini seringkali berulang tapi tidak separah tadi.

Setelah semuanya selesai, saya pun peluk dan gendong dia ke tempat tidur, karena kakinya masih kram dan susah untuk berjalan.

Dan saat dia rebahan sambil ngemil wafer keju kesukaannya, diapun meminta saya rebahan disampingnya. Dan saat seperti inilah saya coba membicarakan tentang peristiwa barusan.

Saya :” Alta, masih sakit ya pantatnya?, ami juga pernah. Dan rasanya nga enak.”

Alta : “ Enggak” ( sambil terus mengunyah wafernya)

Saya :” Alta suka sakit kayak tadi ya?”
Alta: “Nga mau..!” ( air matanya mulai mengalir sepertinya kejadian tadi bikin dia trauma)

Saya: “Alta, kemaren makan coklat banyak kan?

Alta: “Iya……, aku suka”.

Saya: “Kalo alta nga mau kayak tadi lagi, mulai besok alta harus sering minum air putih ya, kurangi makan coklat dan harus makan buah juga”

Alta: “Alta tadi minum air putih kok..”.

Saya : “ Wah bagus itu, senang ami “.
( sembari memberikannya pelukan)

Saya: “ Makan coklat boleh tapi harus diimbangi makan buah kayak pisang ya, pisang kan banyak serat agar alta BAB nya lancar. Nene kan selalu punya pisang di dapur.

( alta memang dari dulu tiap makan coklat kebanyakan maka dia akan susah BAB, sudah sering diingatkan tapi tetap saja dia lupa).

Alta: “Aku nga mau makan coklat lagi!”.

Saya: “ Sayang, makan coklat boleh aja kok. Nanti kalo alta mau makan coklat bilang ke ami ya..jadi ami akan bantu menyiapkan pisang/buah lainnya buat  alta supaya lancar, lancar dan lancar bila BAB.

Alta : “ Iya.” ( dengan anggukan).

_________________________________________

Apa yang saya peroleh dari mempraktekkan poin fokus ke masa depan kali ini, membuat saya harus lebih hati-hati lagi memilih diski supaya tidak terjebak dalam lingkaran kalimat negatif yang kerapkali terbiasa diucapkan ke anak.

Selain poin fokus pada masa depan saya juga mempraktekkan poin-poin lainya seperti mengendalikan emosi, KISS, intonasi dan suara ramah dan memberikan pilihan, menunjukkan empati dan jelas memberikan pujian.

Perubahan yang saya buat hari ini adalah berusaha tidak panik, menghadapi tiap kejadian harus melihat dari berbagai sisi, dan tetap menjaga agar tetap waras.


5 Juni 2017
Banjarmsin City
Yuliana


Minggu, 04 Juni 2017

Day 4

level1
#day4
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

“BUATLAH JADWALMU SENDIRI, NAK”

#Mengatakan apa diinginkan

Memiliki anak usia pre aqil baliq memang tidak gampang. Terutama masalah komunikasi. Memang selama ini sayalah orang yang masih dipercayanya tempat dia curhat atau sekedar ngobrol apa saja dalam kesehariannya.

Sejak dia kecil saya memang mempersiapkan diri untuk masa ini. Pengalaman dikeluarga besar bagaimana membesarkan anak lelaki memang tidak ada. Saya terlahir dikeluarga yang semuanya perempuan sehingga tidak punya pengalaman mengasuh, membesarkan dan mendampingi anak laki-laki. Dan putra sulung saya adalah cucu tertua dipihak orangtua saya.

Mendidik anak Laki-laki memang tidak sama dengan anak perempuan. Dan untuk itu saya banyak mencari referensi bacaan agar saya tidak menjadi orangtua yang malpraktik pada anaknya.

Alhamdulillah sampai saat ini saya masih menjadi teman ngobrolnya. Dia masih suka cerita apa yang dia alami, dia kerjakan, dan bagaimana dengan pertemanannya diluar rumah. Tapi saya masih selalu salah menebak soal apa yang dia rasakan.

Putra sulung saya termasuk tipikal sensitif. Kalo dia lagi marah, kesal atau tidak menyukai apa saja. Maka dia akan mojok, menangis di kamar atau dikamar mandi. Persis kayak saya. Karena saya merasa dia persis kayak saya seringkali saya cepat sekali menyimpulkan apa yang dirasakan atau dipikirkannya.
Langsung menyimpulkan apa yang mau dikatakannya. Dan inilah yang menjadi pangkal miscommunication antar kami.

Setiap saya coba mengajaknya bicara serius mengenai pembelajarannya, apa rencana-rencananya perihal pendidikannya dan apa yang dia mau untuk masa depannya. Dia pasti langsung kesal, pasang muka masam, kening dikerut, mata nga mau menatap saya. Seperti pasang tameng bahwa dia nga suka diajak bicara.

Apalagi kalo waktunya kurang tepat, seperti habis maen, atau ditengah dia lagi maen.

Kalo saat seperti ini pastilah kami sama-sama tidak bisa optimal mencapai kesepakatan.

Seperti siang ini, saya minta dia untuk lebih fokus pada rencana yang sudah dibicarakan kemaren bersama ayahnya.

Saya minta dia untuk buat jadwal sendiri mengenai apa yang ingin dia kerjakan atau pelajari selama 7 bulan ke depan sebelum dia didaftarkan untuk ikut ujian UNPK tahun 2018

Dia kemaren ingin mempelajari design grafis, komputer dan multimedia lebih inten lagi.

Tapi dia tidak mau kalo jadwalnya nanti diawasi atau dinilai oleh saya.

Sedang saya ingin dia segera menuliskannya dan ditempel di dinding agar kami mengetahuinya. Dan karena inilah terjadi beda pendapat.

Memang kami berdua beda gaya belajar, saya yang visual- auditori sedang dia kinestetik-auditori, juga kerap menjadi poin perselisihan.

Sejak saya tau perbedaan gaya belajar kami, saya selalu berusaha untuk menyelaraskan dan lebih memahami putra sulung saya ini.

Namun semarah-marah kami berdua, kami tidak pernah marah lebih dari 30 menit. Setelah berdebat atau saling ngotot kami selalu mengakhiri dengan berpelukan meski kesepakatan atau tujuan kami bicara belum tercapai.

Memang ada timing yang bagus untuk mengajak putra saya ini bicara yaitu mengajaknya ngedate berdua saja atau ngobrol saat dia mau tidur malam.

Kami memang punya kebiasaan sejak dia kecil selalu membacakan cerita, berbagi cerita atau mendengarkan cerita masing-masing dari mereka seharian itu sebelum tidur. Sekarang anak-anak selalu ngumpul saat mau tidur, kadang rebutan cerita dan minta dibacakan buku cerita. Kami juga selalu mengisi saat tersebut dengan ngobrol yang serius dengan lebih santai.

Dan pada malam hari ini pun, saya menghampiri dia di tempat tidurnya, rebahan disampingnya, memeluknya (karena cara inilah yang selalu dia suka). Terus saya mulai membuka topik pembicaraan bahwa saya meminta maaf kalo saya menyakiti perasaannya tadi siang. Bahwa saya juga seorang ibu yang masih terus belajar menjadi ibu buatnya. Bahwa saya juga tak luput dari keliru.

Saya pun mulai bertanya apa yang dia inginkan untuk kedepannya? Apa yang dia sukai? Dan dia ingin saya bagaimana ke dia? ( pada saat seperti ini biasanya dia akan lebih terbuka dengan saya).

Terus saya juga mengatakan apa yang saya inginkan untuknya, saya ingin dia fokus pada cita-cita dan mimpinya dan membuat jadwal belajarnya sendiri secara mandiri karena dengan homeschooling dia lebih bisa fleksibel mengatur jadwal sesuai kebutuhan dia. Bahwa dia harus belajar bertanggungjawab akan belajarnya sendiri.

Memang selama hampir 3 tahun ini, jalur belajar putra sulung saya lebih ke unschooling. Tidak terjadwal, tidak terstruktur dan tidak mempelajari pelajaran seperti di sekolah formal. Saya lebih banyak mengobservasi dan menstimulasi dia dengan berbagai kegiatan untuk menggali fitrah belajarnya. Lebih membebaskan dia untuk mengenali alam sekitarnya. Kami menyebutnya belajar dimana saja, kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja.

Memang saya melihat dia lebih suka apa saja yang berhubungan dengan komputer. Namun kami belum terlalu jauh sampai dia harus kursus diluar rumah untuk belajar yang lebih tinggi lagi.

Tantangan kami didaerah adalah  disini belum ada komunitas homeschooling anak usia sekolah yang bisa berkegiatan bersama sehingga bisa saling mendukung satu sama lainnya.

Saya sadar, putra 12 tahun saya ini  memang mulai butuh privasi, butuh dihargai pendapatnya, butuh diberikan ruang untuk dia mengemukakan idenya sendiri, rencana dan apapun untuk masa depannya kelak.

Sebagai orangtua tugas saya diusianya ini hanya mendampingi, membersamai sembari terus memonitor dan menjaga agar dia masih direl yang benar, masih sesuai adab, syariat agama dan norma yang berlaku dimasyarakat.

4 Juni 2017
Banjarmasin City
Yuliana

Sabtu, 03 Juni 2017

Day 3


level1
#day3
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

SUKA MEMANJAT
( Intonasi dan suara ramah)

Tiap hari alta selalu suka memanjat apa saja, dari meja tv (tv-nya sih sudah lama rusak) dan  meja tv punya datu di sebelah rumah. Keperluan dia memanjat meja tersebut karena meja tersebut berdekatan dengan lemari yang banyak menyimpan perkakas bermain dan belajar dia.

Pernah beberapa kali kami pergi keluar seperti ke taman. Dia begitu bersemangat dan berbinar-binar kalo melihat siring, pagar, pohon kecil, dan lain-lain.

Waktu itu disebuah taman dia melihat sebuah wahana pemainan memanjat  yang ada disana yang bukan untuk usianya.

Berulang-ulang dia minta dinaikkan meski kakinya belum sampai meraih tanjakan pertama dan tiang-tiangnya terlalu tinggi buatnya. Tapi tetap saja dia akan memanjat tanpa rasa takut.

Begitu pula kalo diajak ke perpus, rak buku yang ada disana selalu dipanjatin. Pokoke klo liat tanjakan atau sesuatu yang tinggi dia akan berusaha memanjatnya .
Kadang ada rasa takut tiap kali dia memanjat ini dan itu.

Dulu  awal dia suka memanjat diusia 2 tahun. Dia suka sekali memanjat teralis jendela di rumah kami (sebelum rumah sekarang) yang ukurannya tinggi. Dia memanjatnya sampai yang paling atas…serem deh kalo liat dia di posisi seperti itu.

Sebenarnya saya tidak pernah melarang dia mau memanjat, selama saya liat aman atau saya bisa mengawasinya. Tapi sekarang selain memanjat dia juga suka lompat dari tempat yang dia panjat…wuihh makin serem nga tuh…

Dan ini sudah kerap kali saya liat minimal bisa 10-15 kali sehari lah. Kalo dirumah sih masih meja tv tempat dia memanjat , selesai manjat langsung lompat. Itu masih jaraknya baru kisaran 50cm lah..lumayan juga kan kalo salah posisi jatuhnya.

Dan siang ini saya coba untuk bicara ke dia tentang bahaya apa yang akan dialami kalo terlalu sering lompat diketinggian.

Pas di posisi dia mau lompat setelah berhasil manjat ( ya memang dia kerap selalu berhasil…) saya dekati dia, saya tatap matanya. Saya pegang pelan tubuhnya yang udah siap melompat itu.

Saya : “ Sayang anak sholihah, kalo mau turun lebih aman turun biasa aja ya…”
( dengan mengatur intonasi dan suara sambil senyum juga)

Alta : (cengengesan…)

Saya : “ Kalo turunnya pelan aja, kan lebih aman.”

Entah dia mengerti atau takut kalo sayanya marah karena dia pun langsung turun perlahan tanpa lompatan.
Saya pun langsung peluk dia

Saya :” Makasih sayang sudah turun perlahan..”

Saya : “ Sayang, tau tidak kalo lompat dari ketinggian itu berbahaya. Alta sayang kan sama kakinya, sayang juga kan sama badannya?”

Alta: “ napa?” (* kenapa maksudnya)

Alta langsung duduk dipangkuan saya,

Saya : “ Kalo lompatnya dibawah aja itu boleh, atau lompat tali juga bagus, tapi kalo lompat dari ketinggian dan tanpa pengawasan sangat berbahaya dan pasti sakit.” ( pasang wajah sedih)

Alta : “ Aku nga bisa lompat tali.” (hehe.. emak belum ngajarin nih…))

Saya : “Nanti kita maen lompat tali kalo nga hujan ya..”

Alta : “ Kayak waktu itu aku kena lemparan eza ya? (sambil menunjuk pinggangnya yang waktu itu sakit terus dia nga bisa jalan hampir seharian).

Ternyata dia masih ingat kejadian beberapa bulan yang lalu.

Saya : “ Iya, kakinya nanti sakit kayak waktu itu. Ami maunya alta kalo sudah manjat turunnya perlahan aja ya…”

( masih senyum dan suara datar).

Alta: “ He eh”.
( kemudian dia maen lagi dengan temannya yang selalu datang ke rumah).

Beberapa saat kemudian saya ketiduran sambil menyusui si bungsu. Sekilas saya dengar masih saja ada suara alta melompat dari meja tv. “BUKKK”.

Yah..memang tidak bisa instan, butuh beberapa kali penjelasan dalam memberikan informasi pada anak usia 4 tahun ini.

Namun saya akan terus mengingatkan dia untuk selalu berhati-hati dan memberikan apresiasi akan usahanya untuk tidak melompat dari ketinggian lagi.

Hari ini sebenarnya saya coba mempraktekkan beberapa poin komunikasi produktif seperti intonasi dan suara ramah, KISS, refleksi pengalaman, mengatakan yang diinginkan dan intensity of eye contact.

3 Jun 2017
Banjarmasin City
Yuliana

Jumat, 02 Juni 2017

Day #2

#level1
#day2
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Pergi ke pasar ( KISS )
Alta ( si tengah usia 4 tahun)

Siang ini saya, suami mau pergi keluar rumah. Alta  (4 tahun) yang awalnya sudah sepakat tidak ikut kami mendadak ingin ikut pergi.

Tujuan siang ini adalah ke toko servis hape tempat memperbaiki hape saya, terus  ke toko alat menjahit dan ke pasar sentra.

Sebelum berangkat, saya dan suami biasanya memang memberikan kesepakatan diawal sebelum pergi atau ke suatu tempat. Seperti hari ini, saya menjelaskan ke alta bahwa kami akan pergi ke tiga tempat tersebut. Kami juga menjelaskan apa yang akan ditemui dan bagaimana situasi yang akan ditemuinya, termasuk memberi gambaran singkat tentang apa yang akan saya atau suami lakukan di tempat tujuan.

Di dua tempat pertama alta sangat korporatif. Tidak tampak lelah atau meminta apapun. Kemudian kami sampailah ke tujuan ke 3 yaitu pasar.
Pasar yang didatangi ini adalah pasar besar yang memang jarang alta diajak ke tempat seperti ini. Namun kali ini mengetest alta lagi dengan mengajaknya ke sana.

Sebelum masuk pintu pasar dan masih di tempat parkiran, saya mengingatkan lagi tujuan saya ke pasar tersebut. Hanya membeli baju dastar untuk menyusui. Tidak beli apapun selain itu.
Suami hanya menunggu di parkiran, jadi saya dan alta saja yang masuk ke dalam pasar. Karena saya sudah tau toko yang akan dituju, jadi langsung saja mendatangi toko tersebut. Memilih kemudian membayar. Sebelum kami meninggalkan toko, alta mencoba mengatakan sesuatu dengan berbisik.
Saya pun menundukkan tubuh saya, mencoba mendengarkan dia yang ingin membisikkan sesuatu. Dan ternyata dia mengatakan,

Alta : “ alta juga pengen beli baju”.
( dengan lirih dia berbisik takut pedagang toko mendengar suara dia)

Eng ..ing..eng…ini nih yang saya khawatirkan…dia ingat akan janji saya untuk membelikan baju hitam untuknya.
Saya pun langsung menatap matanya dan berusaha membujuknya,

Saya :” oh iya, ami kan janji mau belikan baju gamis hitam untuk alta. Tapi bukan di pasar ini. Tapi di toko yang ada dipinggir jalan yang pernah ami tunjuk waktu itu”.
Alta :” oh…., tapi beli kan?” (berulang-ulang).
Saya : “InsyaAllah, kalo uangnya cukup sesuai budget ami ya..”.

Terus saya langsung mengajaknya pergi meninggalkan toko tersebut setelah selesai akad jual beli.

Sambil terus berjalan diantara toko-toko tersebut, saya me whatApps suami untuk segera ketemu dan pulang.

Kamipun menuju pulang. Di perjalanan dia selalu bertanya, dimana toko baju yang menjual baju gamis hitam yang saya tunjuk tersebut.

Saya memang berencana memberikan baju gamis berwarna hitam. Karena dia pengen sekali ikut saya ke majelis dan dimajelis tersebut memang banyak menggunakan gamis warna hitam saja.
Akhirnya kami sampai ke toko baju yang menjual baju gamis hitam, yang beberapa hari yang lalu memang dipajang di depan tokonya baju gamis hitam buat anak-anak.

Kamipun berhenti di depan tokonya, karena hujan mulai deras. Namun pas saya mau masuk toko, abang Daffa ( si sulung usia 12 tahun) menelpon bahwa adeknya (si bungsu 1 tahun) sudah bangun dan menangis.

Jadilah acara memilih bajunya tidak fokus lagi dan tergesa-gesa. Karena saya tau alta akan kecewa kalo tidak jadi beli atau pulang saat itu juga. Jadi sebelum kami mencoba baju tersebut dan menanyakan harganya, saya coba bicara dengan alta,

Saya :” Alta, kita hanya tanya harga dan ukuran baju ya.., tapi mungkin bukan sekarang kita belinya”.

Alta : “Nga mau, alta mau bawa pulang baju ini”. ( mulai menangislah dia)

Saya : “ Tapi kita harus cepat pulang, karena dedek lagi nangis di rumah.”

Alta: “ Tapi aku maunya baju ini” .(mulai coba memaksa)

Saya : “ Ami tau, alta mau, ami juga mau alta punya baju hitam. Tapi belum bisa sekarang. Ami janji kita pasti membelinya ya” (posisi tubuh saya sudah sejajar dengannya ).

Altapun berhenti menangis (menangis hanya 1-2 menit) dan tanpa paksaan mau diajak pulang.

Sesampainya di rumah, meski dia mungkin lupa.  Saya tetap memberikan pujian dan penghargaan atas apa yang terjadi di toko baju tadi.

Saya berikan pelukan dan mengatakan padanya ucapan terimakasih karena sudah mengerti apa yang saya ucapkan di toko tadi dan tidak menangis lama.

Dan saya juga kembali membicarakan apa yang terjadi tadi siang saat menjelang dia tidur malam. Bahwa apa yang dia lakukan tadi sangat membanggakan buat saya.

Dan saya tetap akan menepati janji saya untuk membelikan baju gamis warna hitam tersebut pada waktu yang tepat seperti si bungsu bisa ditinggal dengan abang dan suami bisa menemani (karena kami LDM). Yang jelas dalam 1-2 hari kedepan.

MAU KAPAN UNPK NYA?
Daffa (si sulung usia 12 tahun)

Anak sulung saya sudah menjalankan homeschooling dalam kurun 3 tahun ini. Saya memang tidak memaksakan dia belajar mapel seperti sekolah formal. Tapi saya tetap menginginkan dia memiliki ijazah nantinya.

Tahun kemaren memang dia seharusnya sudah bisa mengikuti ujian paket A, sudah mendaftar pula tapi sayangnya karena ada urusan keluarga akhirnya ujian tersebut batal diikuti apalagi ujiannya diluar pulau.

Sekarang setiap kali kami ajak bicara mengenai ujian paket, dia sepertinya tidak begitu suka diskusi mengenai hal tersebut.

Beberapa hari yang lalu, saya dan suami sudah berdiskusi tentang hal ini.  Dan pagi ini setelah dia maen di luar rumah. Suami dan saya memanggil dia untuk bicara dan mendiskusikan hal tersebut.

Saya : “ Abang, abang masih ingin homeschooling kan?”

Daffa :” Iya.” ( dengan wajah tak bersemangat)

Saya : “ Tapi abang tetap harus ikut UNPK untuk mendapatkan ijazah paket A nya? Kapan abang siap untuk ikut ujian?
Daffa: “ Tahun 2019”
( cepat sekali dia menjawabnya)

Saya : “ Artinya tahun depan 2018 kita sudah mendaftar ke PKBM untuk bisa mengikuti ujian paketnya”.

Daffa: “Oh…..”. ( seperti biasa tetap tidak mau menatap kami)

Saya : “ Karena 2018 baru mendaftar. Jadi abang punya waktu dari bulan ini sampai Desember untuk belajar yang lain sebelum belajar serius mapelnya. Bagaimana? Abang mau menguasai apa dulu?, tahfiz atau komputer?”
(Kami tau kalo dia memang menyukai hal yang berbau komputer)

Daffa : “ Design grafis, komputer.” (selalu berbinar-binar kalo bicara soal hal ini)

Suami : “ Mengaji dulu yang benar, nanti kalo sudah dewasa malu kalo nga bisa/lancar. Sedang komputer kan bisa kapan-kapan belajarnya lagian abang kan sudah bisa.”

Daffa : “ Eh..( sambil nunduk dan masih tidak bersemangat)

Saya : “ Gini aja, abang tetap kursus komputer tapi tolong dilancarin lagi bacaan juz ke 30 nya.”

Daffa: “ Iya.” (masih setengah-setengah menerima pilihan yang saya berikan).

Saya : “ Bagaimana kita sepakat kan kalo tahun 2018 mendaftar ke PKBM dan 2019 ujiannya?” jadi setelah mendaftar, abang fokus di persiapan ujian saja!”.

Daffa :” Iya “.

Suami : ( diam saja karena sudah menyerahkan ke saya mengenai pilihan pendidikan abang Daffa).

Setelah diskusi abang daffa pun meminta ijin mau maen ke luar lagi. Tidak ada obrolan ringan lainnya. Abang Daffa memang selalu hilang gairah kalo diajak diskusi soal ujian dan sekolah.

Abang daffa memang homeschooling sejak 2014, memang lebih condong ke unschooling. Saya dan suami sepakat menariknya dari sekolah formal saat dia masih duduk dikelas 4 SD. Alasan kami  karena merasa beban pelajaran di sekolah seperti mematikan kreatifitasnya yang memang suka kegiatan outdoor daripada indoor.

Abang daffa tidak belajar mapel di rumah. Kami lebih banyak menstimulus fitrah belajarnya. Memberikan ruang untuknya mengeksplor sekitarnya namun dengan penuh tanggungjawab.

-----------------------------------------

Yang saya pelajari dari KISS adalah memberikan penjelasan lebih simple yang dimengerti anak-anak.

Memang butuh latihan terus dan terus. Semoga dengan praktek terus saya akan mampu berkomunikasi dengan lebih produktif ke anak-anak.

2 Juni 2017
Banjarmasin City
Yuliana